KOMPOS dan Kebun KARINDA

Assalamualaykum,
Saudaraku, terbayangkah bagaimana bumi ini 5-10 tahun lagi bila sampah ada dimana-mana, bau busuk yang menyengat, banjir, penyakit yang menjangkit di masyarakat, dll? Yuk.. sama-sama kita hijaukan bumi kita dengan mencegah penyebaran sampah.

Caranya mudah .. :

1. Mengelompokkan sampah di rumah, menjadi sampah :
- organik (sampah buah, sayur,daun basah,dll),
- kertas
- plastik
- anorganik (sterofoam, baterai, bungkus rokok, pembalut)
Kami lampirkan foto contoh pengelompokan sampah atau bisa juga dengan membedakan plastik/tempat sampah di rumah.

2. Mengolah sampah organik menjadi pupuk kompos. Mengumpulkan daun-daun pohon yang berguguran di jalan dan pekarangan rumah dan mengolahnya menjadi kompos (bisa ikut pelatihan di KARINDA : 021 75909167)

3. Menyediakan tempat sampah di mobil dan membuang sampah selama dalam perjalanan di rumah sendiri

4. Mengajak anak-anak, teman-teman dan saudara untuk menjaga lingkungan dari sampah yang bertebaran dan mengelola sampah (sila lihat tulisan dibawah ini)

5. Mengkampanyekan pengelolaan sampah kepada tetangga, ketua RT/RW, sampai penguasa kota (dan negara ini), teman anak-anak kita di sekolah, guru-guru dan kepala sekolah, teman sejawat di kantor, dll

Jika kita berhasil di rumah kita sendiri, insya Allah setiap kota di Indonesia akan sukses mengelola sampah dan menjaga lingkungan. Setidknya kita berpartisipasi mengurangi banjir, tanah longsor, dll.

Bumi ini Allah sediakan untuk kita, jangan sampai tangan-tangan kita yang merusak bumi tercinta ini.

Wassalam,




www.vivinalvina.com

Berikut ini tulisan ibu Djamaludin S (mantan menteri Pertanian) tentang pengelolaan sampah.

MEMBUAT KOMPOS, MENGAPA ENGGAN?

Membuat kompos berarti berurusan dengan sampah organik. Baru mendengar kata-kata itu banyak orang menghindar, mencemooh, menganggap “kurang kerjaan”. Sampah ‘kan harus dibuang, diurus oleh RT. Bayar iuran kebersihan, habis perkara. Mereka tidak menyadari ke mana sampah kita diangkut: apakah ditimbun di TPS, dibakar atau dibuang ke sungai, yang menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan.
Kebun Karinda sebagai sarana penyuluhan dan pelatihan pengomposan tidak henti-hentinya melakukan kampanye, memotivasi orang untuk mengubah pola pikir seperti ini. Sampah organik yang merupakan hasil kegiatan setiap orang dalam memenuhi kebutuhan pangan, yang dianggap sementara orang benda yang sudah tidak berguna, bisa dan wajib didaur ulang, diproses menjadi kompos.
Proses pengomposan yang baik adalah proses fermentasi, bukan pembusukan. Sehingga tidak tercium bau busuk, tidak diganggu oleh lalat.

Agar orang mau mengikuti ajakan kita, harus diyakinkan bahwa membuat kompos itu:
- mudah, praktis;
- tidak ada bau busuk, tidak ada lalat;
- tidak memerlukan banyak waktu, tenaga, biaya;
- tidak memerlukan lahan luas;
- tidak selalu harus dihubungkan dengan: “Tidak suka berkebun, tidak punya halaman untuk bertanam”;
- asyik, mengamati sampah yang berubah bentuk menjadi butiran seperti tanah;
- salah satu bentuk ibadah.

Mengapa orang enggan atau menolak membuat kompos?
Dari hasil survai oleh BPPT terhadap masyarakat DKI Jakarta, kendala sulitnya mengajak orang mengelola sampah organiknya sendiri antara lain:
- belum memiliki kesadaran bahwa sampah yang dihasilkannya sendiri adalah tanggung jawabnya;
- merasa sampahnya tidak menjadi ancaman langsung bagi dirinya dan keluarganya;
- terbiasa dengan kondisi lingkungan yang kurang bersih;
- urusan sampah belum menjadi priorotas utama;
- kurang informasi dan kesadaran mengenai hukum tentang pengelolaan sampah;
- kurang mendapat pendidikan tentang pengelolaan sampah;

Untuk mencapai keberhasilan dalam memotivasi orang mengelola sampah organiknya (membuat kompos), perlu:
1. Panutan dan keteladanan para pimpinan wilayah (Ketua RT/RW/Camat/Lurah) dan tokoh masyarakat, pemuka agama, dengan membuat kompos di rumah masing-masing.
2. Pendampingan oleh kader sebagai motivator agar kegiatan berkelanjutan.
3. Dukungan dan apresiasi dari instansi terkait yang terlibat dan bertanggung jawab dalam pengelolaan sampah, kebersihan dan keindahan lingkungan serta kesehatan lingkungan.
4. Kampanye yang terus menerus.

Mudah-mudahan generasi muda tergerak untuk berperan menyelamatkan lingkungan dengan melakukan pengomposan dan ikut kampanye, para Ayah-Bunda yang punya anak-anak balita dan remaja memberikan keteladan.


AYO BIKIN KOMPOS, ANAK-ANAK

Kebiasaan yang ditanamkan sejak kecil akan melekat dalam sanubari, apakah itu kebiasaan baik maupun buruk. Mendaur ulang sampah organik rumah tangga menjadi kompos adalah salah satu kebiasaan baik yang perlu diajarkan kepada anak-anak untuk menumbuhkan cinta lingkungan.
Kebun Karinda mempunyai program Belajar Membuat Kompos untuk anak-anak SD yang peminatnya sebagian besar adalah Sekolah-sekolah Dasar Plus. Tentu harus dibuat semenarik mungkin agar anak-anak yang umumnya bisa duduk diam tidak bosan, gelisah dan menjadi ribut.

Bagaimana acaranya?
Sebelumnya kami minta Guru melakukan persiapan:
- Anak-anak dibagi 5 kelompok, setiap kelompok 5-10 orang (A s.d. E). Mereka nanti akan melakukan praktek memilah, mencacah, memasukkan wadah kompos, panen kompos dan menanam.
- Kelompok “Memilah” harus membawa sampah anorganik (kotak bekas minuman, botol atau gelas bekas air mineral, kemasan isi ulang sabun cair atau pewangi)
- Kelompok “Mencacah” membawa sampah dapur dan kulit buah-buahan yang masih segar (belum membusuk), dan gunting yang ujungnya tumpul.
Agar anak-anak tidak bosan, waktunya hanya 90 menit. Mula-mula diadakan perkenalan dahulu, dan menanyakan kepada anak-anak apa yang ingin mereka pelajari di Kebun Karinda. Lalu kami ajak bernyanyi “Lihat Kebunku” agar membawa ke suasana gembira. Selanjutnya diadakan dialog interaktif tentang pengertian 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Diusahakan mencari contoh yang ada disekitar mereka seperti membawa bekal makanan dalam kotak tempat bekal (lunch box) dan botol tempat minumnya untuk contoh reduce sekaligus reuse. Contoh recycle adalah mengubah sampah organik menjadi kompos. Yang bisa dijadikan kompos adalah sampah organik (ditunjukkan contoh sampah organik dan anorganik dengan alat peraga).
Kemudian diputar film “Pengelolaan Sampah Organik di Kebun Karinda” selama 15 menit, berisi langkah-langkah membuat kompos dari sampah rumah tangga atau sampah dapur. Bagian daur ulang sampah halaman/kebun tidak diputar karena tidak menarik untuk anak-anak.

Nah, habis nonton film kita mulai dengan praktek.
1. Kelompok A praktek memilah sampah organik dan anorganik. Sampah anorganik dimasukkan tempat sampah khusus anorganik. Kelompok B s.d. E tetap di tempat duduk masing-masing.
2. Giliran berikutnya Kelompok B mencacah sampah organik dengan gunting menjadi potongan kecil-kecil, supaya mudah dimakan oleh makhluk kecil-kecil yang tidak dapat dilihat dengan mata tanpa bantuan mikroskop (namanya mikroba).
3. Kelompok C memasukkan ke dalam Keranjang Takakura yang sudah berisi kompos sebagai aktivator, yang mengadung mikoba. Diaduk-aduk sampai sampahnya tersebar sampai ke bawah. Ditunjukkan bahwa adonan kompos terasa panas karena mikroba sibuk makan dan bergembira sehingga gerah dan berkeringat.
4. Kelompok D “panen” kompos yang sudah jadi. Untuk memisahkan dari bagian yang kasar yaitu sampah yang agak keras atau potongannya terlalu besar dilakukan pengayakan. Ayakannya kecil, dipegang oleh 2 anak. Hasil ayakan yaitu kompos yang halus dikumpulkan.
5. Kelompok E mencampur media tanam yaitu kompos 1 bagian, tanah 1 bagian dan kompos 1 bagian. Setelah tercampur rata, digunakan untuk menanam bunga dalam pot. Harus dibantu staf Kebun Karinda karena bagian ini yang paling sulit untuk anak-anak. Tanaman dibawa ke sekolah, dengan pesan harus dirawat.
Jika dari pihak sekolah ingin semua anak membawa pulang tanaman, maka kelompok hanya ada 4, kemudian pada sesi menanam harus bergiliran setiap kali 5 orang.

Kemudian anak-anak diajak berkeliling Kebun Karinda untuk melihat bunga-bunga dan kupu-kupu yang beterbangan dan hinggap mengisap madu, mendengarkan suara burung-burung yang hinggap di pohon, dan melihat tanaman sayuran dan tanaman obat. Ada anak yang belum pernah melihat tanaman terong atau tanaman tomat. Semua tanaman subur karena dipupuk dengan kompos buatan sendiri.
Setelah semua mecuci tangan dengan sabun, anak-anak duduk kembali dan makan bekalnya. Kami berpesan kepada anak-anak supaya minta kepada orangtuanya menyediakan 2 tempat sampah untuk sampah organik dan anorganik.
Kegiatan memilah sampah, mencacah (pakai tangan atau gunting) akan menjadi menyenangkan apabila ibu, ayah, kakak, pembantu semuanya melakukan dengan senang hati, bukan sebagai beban.

Mereka pulang masih dalam suasana gembira, dengan membawa tanaman dan tambahan pengetahuan serta ketrampilan.

Catatan:
Beberapa hari yang lalu datang ke Kebun Karinda Pak Ihsan dengan anaknya, Wira (Kelas 2 SD) yang pernah belajar membuat kompos bersama teman-teman sekolahnya. Menurut Pak Ihsan, Wira sudah melatih seisi rumah memilah sampah, lalu mengajak ayahnya membelikan Keranjang Takakura. Wira sudah punya rencana komposnya akan digunakan untuk memupuk tanaman bunganya. Inilah yang kami harapkan, anak-anak dapat menularkan ilmunya kepada orang tua dan lingkungannya.
Cucu saya Thea, dari umur 4 tahun sudah pandai memilah sampah. Suatu hari waktu Thea akan memasukkan kulit permen ke tempat sampah anorganik di rumah saya, ia berteriak: “Eyang, ada yang keliru. Kulit jeruk kok dimasukkan ke sini, kan bisa dibikin kompos!”



KEBUN KARINDA TIDAK BISA DIBAWA……

Pengunjung Kebun Karinda yang datang untuk sekedar melihat-lihat atau ikut penyuluhan dan pelatihan pengomposan & pembibitan, akan membawa kesan yang berbeda dengan peserta pelatihan yang diadakan di gedung pertemuan di luar Kebun Karinda. Mengapa? Apakah tidak bisa diwakili tampilan VCD, penjelasan dengan slide, peragaan penggunaan komposter (wadah pengomposan), buku panduan maupun brosur?
Di Kebun Karinda yang menempati lahan kurang lebih 300m2 Anda akan menikmati segarnya udara, keindahan bunga-bunga beraneka warna yang dihinggapi banyak kupu-kupu kuning, putih dan hitam yang cantik. Kupu-kupu ini mencari madu sambil menyilangkan jenis-jenis bunga sehingga adakalanya terlihat bunga yang berwarna campuran. Petak-petak sayuran berganti-ganti ditanami cabai cakra yang berbuah sarat, sawi, seledri, tomat, terong, serta berbagai jenis tanaman obat.
Untuk mendengarkan penyuluhan disediakan saung terbuka dengan bangku-bangku panjang yang bisa memuat 40 orang. Suara penyuluh kadang-kadang diselingi kicau burung yang hinggap di pohon-pohon pelindung. Burung-burung pun menjatuhkan biji-biji buah yang dimakannya sehingga banyak tumbuhan baru di kebun dan sekitarnya.
Selesai menonoton VCD tentang Cara Pengelolaan Sampah Organik Skala Rumah Tangga dan mendengarkan teori pengomposan, Anda diberi kesempatan praktek memilah, mencacah, dan memasukkan ke komposter. Waktu mengaduk-aduk adonan kompos bisa meraba adonan untuk merasakan suhunya yang hangat atau panas, menghirup bau sedap dari proses fermentasi, tidak ada bau busuknya sampah. Bisa merasakan kelembapan adonan: terlalu kering atau terlalu basah, atau pas lembapnya. Begitu pula pada waktu melihat model-model bak pengomposan sampah halaman, Anda bisa melihat tahapan-tahapan pengomposan setiap minggu. Setiap wadah atau kotak ada label berisi catatan tanggal dibuat, tanggal dibalik. Perubahan warna daun yang semula hijau menjadi coklat kehitaman, perubahan bentuk dari daun yang lebar menjadi kecil dan terakhir menjadi butiran seperti tanah. Perubahan suhu pada minggu pertama, kedua, ketiga sampai menjadi kompos yang siap panen, bisa diamati dengan termometer. Kalau ingin mengukur
tingkat keasaman atau pH tersedia alatnya. Jika adonan yang masih panas diaduk-aduk, akan keluar uap air mengepul. Tidak ada bau menyengat dari senyawa amoniak, H2S (telur busuk) atau gas metan yang beracun. Baunya sedap, seperti menghirup humus di hutan. Saung pengomposan juga bersih, tidak ada lalat, kecoa dan tikus.
Akhirnya diadakan diskusi, Anda dapat menanyakan hal-hal yang kurang jelas atau saling berbagi pengalaman untuk yang sudah mempraktekkan di rumah. Umumnya peserta antusias dan penuh perhatian selama mengikuti pelatihan, dan aktif bertanya.
Selesai penyuluhan mereka “berbelanja” keranjang kompos, VCD serta tanaman. Sayang tidak selalu tersedia kompos karena kompos produksi Kebun Karinda banyak digunakan sebagai aktivator komposter.
Jika penyuluhan diadakan di gedung pertemuan dengan alasan pesertanya 100-200 orang yang tidak bisa sekaligus didatangkan ke Kebun Karinda, hasilnya juga berbeda. Pengelolaan sampah adalah perubahan kebiasaan dari membuang atau membakar sampah. Memerlukan motivasi kuat untuk memulai dari diri sendiri. Motivasi orang yang hadir ke gedung untuk mendengarkan ceramah dan berangkat ke Kebun Karinda karena “ingin belajar mengelola sampah organik” berbeda.
Inilah jawabannya mengapa pelatihan di gedung pertemuan hasilnya berbeda dengan di Kebun Karinda. Maka perlu duplikasi Kebun-kebun Karinda di setiap Kecamatan sehingga memudahkan warga yang ingin belajar pengomposan. Suasana sejuk, keindahan bunga-bunga, bau sedapnya proses pengomposan, suhu, tidak bisa dibawa ….

Sumber: Milist Daarut-tahiid 24 Maret 2008

Komentar

Postingan Populer